Kanal

Heboh 3 Varian Baru Virus Corona di Indonesia , Ini Penjelasannya

RIAUIN.COM - Wuhan menjadi perhatian dunia karena merebak virus corona yang merenggut nyawa warganya dalam hitungan singkat, akhir 2019. Sementara corona di Indonesia mulai tercium pada awal Maret 2020, saat itu Presiden Jokowi mengumumkan ada dua warga Depok Jawa Barat positif corona. Mereka disebut sebagai kasus 1 dan 2.

Ada ribuan mutasi dari virus corona jenis SARS-CoV-2 yang jadi penyebab Covid-19. Mutasi tersebut berkembang dalam penyebaran covid-19 yang telah menjangkiti 213 negara di dunia.

"Mutasi adalah terjadinya kesalahan saat virus memperbanyak diri sehingga bentuk virus anakan tidak sama dengan virus aslinya atau parental strain," jelas Juru Bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, dalam paparan tentang Perkembangan Penanganan Covid-19 di Indonesia 4 Maret 2021.

"Varian adalah virus yang dihasilkan dari mutasi ini," ungkap Wiku.

"Jika varian pun menunjukkan sifat fisik yang baik, jelas, maupun samar, berbeda dari virus aslinya, maka varian disebut sebagai strain," papar dia.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per Sabtu (13/3/2021), jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.414.741. Pasien sembuh ada 1.237.470 orang dan total orang meninggal karena Covid-19 menjadi 38.329.

Untuk dunia, total 119 juta kasus. Ada 67,5 juta sembuh dan 2,64 yang meninggal dunia akibat virus tersebut.

Indonesia bergerak cepat berupa menekan laju penyebaran virus yang menyerang sistem pernapasan ini, mulai dari protokol kesehatan atau disebut 3M (Memakai masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan pakai sabun) hingga vaksinasi massal dengan vaksin Sinovac. Per 13 Maret, sudah 3.985.596 orang divaksinasi dosis pertama dan 1.454.836 orang dosis kedua.

Diketahui ada tiga jenis varian corona yang ditemukan di Indonesia.

D614G

Varian D614G ini mulai terdeteksi di Indonesia pada April 2020. Kode D614G menunjukkan posisi terjadinya mutasi di dalam tubuh virus, yakni mutasi terjadi pada titik 164 dari protein D (asam aspartat) menjadi G (glisin).

D614G terletak di dalam protein yang membentuk spike atau seperti paku di permukaan virus corona. D614G ini disebut bisa menjadi pintu masuk virus untuk membobol sel manusia.

Pakar Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, penularan mutasi virus korona D614G lebih cepat 10 kali. Spike protein yang dimiliki D614G sangat efektif menempel dan menginfeksi manusia.

Dicky menjelaskan, mutasi D614G disebut lebih berbahaya karena kecepatan infeksinya.

Namun, kekuatan pada mutasi D614G juga bisa menjadi titik lemahnya. Para peneliti berpendapat, tutup di ujung salah satu spike juga berarti memudahkan vaksin dan antibodi untuk menonaktifkan virus.

Ini artinya, virus corona yang bermutasi mungkin lebih menular, tetapi tidak selalu menyebabkan penyakit yang lebih buruk.

B117

B117 dikenal sebagai varian Inggris karena ditemukan pertama kali di London dan dekat Kent, Inggris pada September 2020. B117 baru ditemukan di Indonesia pada Senin (1/3/2021) malam. Menurut penelitian, varian baru virus corona B117 70 persen lebih menular dibandingkan SARS-CoV-2.

Gejala yang ditumbulkan dari B117 antara lain kelelahan disertai pusing, nyeri otot, mual. Di samping itu, Layanan Kesehatan Inggris (NHS) juga menemukan sejumlah gejala pasien varian Corona B117, seperti radang tenggorokan, diare, mata merah, sakit kepala, ruam pada kulit serta erubahan warna pada jari tangan dan kaki.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunawan Sadikin memastikan vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini terbukti ampuh melawan B117, varian baru SARS-CoV-2 itu.

N439K

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Menular Langsung Ditjen P2P Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, varian virus corona N439K terdeteksi di Indonesia sejak November 2020.

Menurut Ketua Umum PB IDI, Daeng M Faqih, varian N439K itu sudah ditemukan di lebih dari 30 negara. Daeng mengatakan, kecepatan mutasi yang lebih cepat N439K juga sangat cepat dan lebih 'smart' dari varian sebelumnya.

Karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh poluclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi. Atau dengan kata lain, ada kemungkinan N439K bisa lolos (kebal) dari antibodi vaksin Covid-19 yang ada saat ini.

Sementara itu, Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo mengatakan, sejauh ini tidak ada ciri khususnya. Artinya gejala yang akan timbul dari infeksi varian baru N439K ini hampir sama seperti infeksi virus SARS-CoV-2 sebelum termutasi.

Kendati tidak memiliki ciri khas mengenai dampak gejala infeksi akibat varian baru yang satu ini, tetapi diketahui bahwa varian N439K ini relatif lebih mudah menular sehingga jumlah yang sakit bisa lebih banyak. - tra

Ikuti Terus Riauin

Berita Terkait

Berita Terpopuler